2.8.10

DISLEKSIA

Prihatin dengan beberapa anak di dekat rumah yang dikucilkan teman-temannya dan juga masyarakat sekitar karena susah untuk membaca dan menulis, mungkin karena mereka minder jadi malas untuk sekolah dan mengaji dan lingkungan keluarganyapun tidak mendukung dengan pendidikanya. mungkin sudah cape dan "menerima" ucapan ratusan orang yang mengatakan kalau anaknya itu "bodoH". Oh iya mereka itu adik kaka yang anak pertama sekarang usianya 20 tahun dan adiknya 12 tahun. Mereka sekolah cuman SD saja, itu juga membacanya masih belum lancar. Kebetulan mereka itu empat bersaudara, dua laki-laki dan dua perempuan, anehnya yang susah membaca dan menulis hanya anak laki-lakinya saja. yang membuat tambah miris lagi ketika anak yang 12 tahun itu sekarang bekerja jadi tukang bangunan. Tidak ada semangat untuk sekolah lagi. Menurut pengamatan saya, ada kemungkinan mereka mengalami disleksia karena ciri-cirinya cocok dengan penderita disleksia . Perlu adanya sosialisasi terhadap masyrakat mengenai penyakit ini, supaya tidak ada anak-anak yang di cemooh lagi karena kekurangannya dan mereka bisa menggali dan mengembangkan kelebihan masing-masing. Karena banyak orang-orang besar yang menyandang disleksia seperti Albert Einstein dan Tom Cruise tapi dengan kerja keras meraka dan penanganan yang tepat mereka bisa melwati masa-masa sulit dan akhirnya mereka menjadi orang yang hebat. kebetulan hari ini saya baca tentang disleksia pada koran KOMPAS, berikut penjelasan mengenai sisleksia.
  
Disleksia berasal dari kata Yunani yaitu “dys” yang berarti kesulitan dan “leksia” yang berarti kata-kata. Dengan kata lain, disleksia berarti kesulitan dalam mengolah kata-kata. Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia, dr. Kristiantini Dewi, Sp.A menjelaskan, disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, dan ditandai dengan kesulitan  dalam mengenali kata dengan tepat / akurat, dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengkode symbol. Terdapat dua macam disleksia, yaitu developmental dyslexia dan acquired dyslexia. 

Developmental Dyslexia merupakan bawaan sejak lahir dan karena faktor genetis/keturunan. Penyandang disleksia akan membawa kelainan ini seumur hidupnya atau tidak dapat disembuhkan. Tidak hanya mengalami kesulitan membaca, mereka juga mengalami hambatan mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain. Meski demikian, anak-anak penyandang disleksia memiliki tingkat intelegensia normal atau bahkan di atas rata-rata. Dengan penanganan khusus, hambatan yang mereka alami bisa diminimalisir.

“Disleksia itu menurut penelitian sekitar 70 persen merupakan keturunan. Tetapi sisanya 30 persen, berarti ada faktor lain di luar genetis yang hingga saat ini belum diketahui apa itu penyebabnya. Selain karena keturunan, acquired dyslexia itu awalnya individu normal, tetapi menjelang dewasa mengalami cedera otak sebelah kiri dan bisa menyebabkannya menjadi disleksia,” kata Kristiantini dalam Seminar Nasional Disleksia, di Jakarta, Sabtu (31/7/2010).

Sejumlah ahli juga mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemrosesan input/informasi yang berbeda (dari anak normal) yang seringkali ditandai dengan kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi area kognisi seperti daya ingat, kecepatan pemrosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalian gerak. Dapat juga terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.

Masalah yang juga bisa mengikuti penyandang disleksia di antaranya konsentrasi, daya ingat jangka pendek (cepat lupa dengan instruksi). “Penyandang disleksia juga mengalami masalah dalam pengorganisasian, mereka cenderung tidak teratur. Misalnya, memakai sepatu tetapi lupa memakai kaos kaki. Masalah lainnya, mengalami masalah dalam penyusunan atau pengurutan, entah itu hari, angka atau huruf,” papar Kristiantini, yang juga seorang dokter anak. 

Secara lebih detil, seperti dikutip dari www.dyslexia-indonesia.org, penyandang disleksia biasanya mengalami masalah-masalah, seperti :

1.    Masalah fonologi : Yang dimaksud masalah fonologi adalah hubungan sistematik antara huruf dan bunyi. Misalnya mereka mengalami kesulitan membedakan ”paku” dengan ”palu”; atau mereka keliru memahami kata kata yang mempunyai bunyi hampir sama, misalnya ”lima puluh” dengan ”lima belas”. Kesulitan ini tidak disebabkan masalah pendengaran namun berkaitan dengan proses pengolahan input di dalam otak. 

2.    Masalah mengingat perkataan : Kebanyakan anak disleksia mempunyai level intelegensi normal atau di atas normal namun mereka mempunyai kesulitan mengingat perkataan. Mereka mungkin sulit menyebutkan nama teman-temannya dan memilih untuk memanggilnya dengan istilah “temanku di sekolah” atau “temanku yang laki-laki itu”. Mereka mungkin dapat menjelaskan suatu cerita namun tidak dapat mengingat jawaban untuk pertanyaan yang sederhana. 

3.    Masalah penyusunan yang sistematis / sekuensial : Anak disleksia mengalami kesulitan menyusun sesuatu secara berurutan misalnya susunan bulan dalam setahun, hari dalam seminggu atau susunan huruf dan angka. Mereka sering ”lupa” susunan aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya, misalnya lupa apakah setelah pulang sekolah langsung pulang ke rumah atau langsung pergi ke tempat latihan sepak bola. Padahal orang tua sudah mengingatkannya bahkan mungkin sudah pula ditulis dalam agenda kegiatannya. Mereka juga mengalami kesulitan yang berhubungan dengan perkiraan terhadap waktu. Misalnya mereka mengalami kesulitan memahami instruksi seperti ini: ”Waktu yang disediakan untuk ulangan adalah 45 menit. Sekarang jam 8 pagi. Maka 15 menit sebelum waktu berakhir, Ibu Guru akan mengetuk meja satu kali”. Kadang kala mereka pun ”bingung” dengan perhitungan uang yang sederhana, misalnya mereka tidak yakin apakah uangnya cukup untuk membeli sepotong kue atau tidak. 

4.    Masalah ingatan jangka pendek : Anak disleksia mengalami kesulitan memahami instruksi yang panjang dalam satu waktu yang pendek. Misalnya ibu menyuruh anak untuk “Simpan tas di kamarmu di lantai atas, ganti pakaian, cuci kaki dan tangan, lalu turun ke bawah lagi untuk makan siang bersama ibu, tapi jangan lupa bawa serta buku PR matematikanya ya”, maka kemungkinan besar anak disleksia tidak melakukan seluruh instruksi tersebut dengan sempurna karena tidak mampu mengingat seluruh perkataan ibunya. 

5.    Masalah pemahaman sintaks : Anak disleksia sering mengalami kebingungan dalam memahami tata bahasa, terutama jika dalam waktu yang bersamaan mereka menggunakan dua atau lebih bahasa yang mempunyai tata bahasa yang berbeda. Anak disleksia mengalami masalah dengan bahasa keduanya apabila pengaturan tata bahasanya berbeda daripada bahasa pertama. Misalnya dalam bahasa Indonesia dikenal susunan Diterangkan–Menerangkan (contoh: tas merah), namun dalam bahasa Inggris dikenal susunan Menerangkan-Diterangkan (contoh: red bag).