Kenapa Kita Menulis?
Pertanyaan ini merupakan kunci motivasi seorang penulis. Untuk
apakah kita menulis? Mari kita simak jawabannya melalui sebuah kisah
nyata di bawah ini. Usianya masih sangat muda, 13 tahun. Kala itu bulan
Juni 1942, pertama kalinya ia menulis dalam buku diarinya. Beberapa
bulan kemudian, bersama orangtuanya, ia bersembunyi di sebuah loteng
gelap karena sedang diburu oleh rasisme Nazi yang sedang
ganas-ganasnya. Seringkali ia mendengar suara deru pesawat tempur dan
rentetan senjata api yang mengawang di atas Secret Annex itu.
Untuk mengisi hari-hari panjangnya di tempat persembunyian tersebut
dan untuk mengatasi rasa takutnya, ia mencurahkan segala perasaannya
dalam sebuah buku diari, catatan harian, yang dikemudian hari
mengatarkannya menjadi seorang ‘pengisah sejati’ yang terkenal di
seluruh dunia. Gadis itu bernama Anne Frank.
Aku berharap, demikian ia mengawali tulisannya pada diarinya yang
diberinya nama Kitty, aku bisa mencurahkan isi hatiku padamu dengan
cara yang belum pernah aku lakukan pada siapapun sebelumnya, aku harap
kamu dapat memberi rasa nyaman dan juga semangat untukku.
Berbulan-bulan ia tidak melihat matahari dan tidak mengetahui dunia
luar. Namun ia terus saja menulis, “…aku suka menulis, banyak hal yang
terlampau menIk dan luar biasa dalam hatiku, akan aku tumpahkan lewat
tulisan. Kertas memiliki kesabaran yang lebih ketimbang manusia.”
Pada bulan April 1944 ia curhat pada diarinya bahwa ia rindu ingin
sekolah lagi, Andai perang tidak juga berakhir bulan September, aku
tidak akan kembali ke sekolah… Memang Anne Frank tidak pernah lagi
melanjutkan sekolahnya hingga akhir hayatnya.
Karena pada tanggal 4 agustus pagi, delapan orang yang bersembunyi
di Secret Annex, termasuk Anne Frank, disergap oleh intelejen bayaran
Nazi lalu digiring ke Penjara, lalu ke kamp pembuangan sampai akhirnya
dicampakkan ke sebuah kamp mengerikan di dekat Hannover (Jerman) tahun
1945. Bersama dengan impian remaja dan cita-citanya, akhirnya Anne
Frank meninggal dunia karena terlalu lelah, sakit dan lapar. Mayatnya
dibuang ke sebuah pemakaman umum Bergen-Belsen. Ia mati dalam usia
belasan tahun tanpa sempat tahu bahwa beberapa waktu kemudian, setelah
perang usai, diari-nya ditemukan oleh petugas berceceran di lantai
Secret Annex yang akhirnya menjadi sebuah dokumen sejarah yang
dipublikasikan di seluruh dunia.
Nah, dari kisah di atas kita dapat memetik pelajaran penting bahwa
menulis adalah sebuah cara untuk mendokumentasikan segala pikiran,
pengalaman dan imajinasi kita ke dalam bentuk tulisan. Untuk melengkapi
jawaban ini, saya masih ingin mengutip penggalan-penggalan bagus dari
diari Anne, Saat aku menulis, aku dapat meluruhkan seluruh deritaku.
Ketakutanku lenyap, gairah hidupku bangkit kembali! ….. aku berharap,
semoga bisa, oh, aku sangat berharap, hanya dengan menulis aku dapat
merekam segalanya, seluruh pikiran, ide dan fantasiku. Pada awalnya, si
Anne tidak berpikir kalau buku diarinya akan dipublikasikan secara
luas. Ia menulis untuk dibaca sendiri dan berdasarkan motivasi seperti
yang diuraikannya di atas.
Sebetulnya, dipelajari atau tidak, menulis itu tetap mengiringi
hidup kita sehari-hari karena memang sudah menjadi kebutuhan. Baik
untuk kepentingan resmi seperti mengerjakan tugas
sekolah/kuliah/kantor, maupun untuk keperluan yang lebih bersifat
privasi seperti menulis surat cinta, sms atau menulis curahan hati di
buku diari.
Sesuai dengan jenis tulisannya, aktifitas menulis memiliki tingkat
kesulitan yang berbeda. Menulis laporan penelitian tentu tidak sama
dengan menulis novel. Demikian juga dengan menulis artikel yang berbeda
dengan menulis cerpen. Oleh karena itu menulis amat penting untuk
dipelajari dan dipraktekkan.
“Kalau berbulan-bulan anda pelajari teori ‘berenang’ tanpa pernah
menyentuh air, maka percayalah anda tidak akan pernah bisa berenang.
Sebaliknya kalau anda dilempar ke dalam kolam renang dua atau tiga
kali, besar kemungkinan anda akan otomatis menguasai teknik
keseimbangan tubuh yang merupakan kunci utama ilmu renang. Demikian
juga dengan ilmu mengarang. Anda harus akrab dengan buku dan alat tulis
yang memang dikhususkan untuk mengarang”.
Kegiatan menulis sangat berguna, terutama dalam mendokumentasikan
sesuatu, entah kisah hidup kita, kisah ‘special’ yang kita anggap perlu
dikenang selamanya hingga peristiwa sejarah. Tradisi lisan mudah hilang
dalam ingatan, sebaliknya tulisan akan selalu abadi sepanjang masa
(begitu kata orang).
Berikut ini beberapa tips yang akan memudahkan anda dalam menulis, terutama menulis cerita pendek.
Menulis Harus Ada Minat.
Langkah pertama untuk menjadi seorang penulis adalah: ada keinginan
yang kuat untuk menjadi seorang penulis. Ada gairah yang menggebu-gebu
untuk menulis. Gairah ini akan mengantarkan kita pada semangat ‘saya
pasti bisa’. Tanpa itu, hanya akan melahirkan seorang penulis iseng
yang se-ala kadarnya saja.
Rajinlah Membaca.
Seringkali kita membaca buku hanya pada saat menjelang ujian
(sekedar untuk kepentingan merebut nilai tinggi). Membaca, hanya
sekedar menghafal. Membaca yang dimaksud di sini adalah benar-benar
untuk mengerti, memahami dan menikmati isi buku. Jika anda ingin
menjadi seorang kolomnis maka banyaklah membaca opini di media massa.
Jika anda ingin menjadi seorang novelis atau cerpenis maka banyaklah
membaca novel dan cerpen yang memungkinkan anda ani mencerna, menikmati
dan meniru isinya. Agar bisa menulis, usahakanlah banyak membaca. Hanya
perlu dicatat, mulailah dengan membaca sesuatu yang mudah dimengerti
dan sesuaikan dengan jenis tulisan apa yang ingin anda tekuni.
Misalnya anda ingin menjadi seorang cerpenis remaja. Maka banyaklah
membaca cerpen-cerpen remaja di majalah remaja maupun di dalam buku
kumpulan cerpen. Perhatikan bagaimana cara penulisannya dari awal
hingga akhir dan bagaimana penulisnya mengelola konflik remaja dalam
bentuk cerita menarik. Karya orang lain penting untuk dijadikan
referensi bagi seorang pemula.
Mulailah Dengan menulis Cerpen Singkat.
Banyak orang yang mengeluh, bahwa ia sudah banyak membaca novel dan
cerpen tetapi tidak juga bisa menulis sebuah cerpenpun. Ada juga yang
mengatakan apabila ia paling pandai bercerita lisan kepada temannya
namun amat sulit menuangkan ke dalam bentuk tulisan.
Mulailah dengan menulis cerpen yang singkat dan semanpu ada
menulisnya. Sebaiknya tidak usah dulu mengacu pada standar penulisan
cerpen di majalah atau ketentuan dalan lomba. Semakin sering mencoba
menulis cerpen, dengan gaya seperti apapun, kita akan semakin terbiasa
dan menguasai teknik menulis cerpen. Apalagi diringi dengan membaca dan
meminta bimbingan khusus dari seseorang yang sudah mahir menulis.
Latihan dengan metode “plagiat”
Cara ini adalah dengan Menulis Ulang Karya Orang Lain. Ingat, ini
hanya untuk latihan sebaiknya tidak dipraktekkan untuk keperluan yang
lain.
Pertama-tama kita pilih dulu tulisan orang lain yang kita anggap
menarik. Misalnya sebuah cerpen yang berjudul Aku Lemah Karena Cinta.
Kemudian kita menulis ulang karya itu dengan ketentuan sebagai berikut:
anda bebas mengedit dan ‘memodifikasi’ naskah itu sesuai dengan
kehendak anda, silahkan ganti juga nama tokohnya dan ubahlah judulnya,
misalnya menjadi Jangan Berikan Aku Cinta. Atau kalau anda bisa,
balikkanlah cerita itu sehingga judulnya menjadi Ku Tegar Karena Cinta.
Cerita asli yang seharusnya sedih cobalah diputarbalikkan sehingga
menjadi cerita gembira (happy ending). Banyak orang yang latihan dengan
cara ini dan lama kelamaan berhasil menulis cerpen secara mandiri.
Metode ini akan membuat kita menguasai anatomi (bagian-bagian)
cerita, cara menempatkan penanda, cara memulai, cara menggunakan
kalimat sambung, variasi kata dan juga bagaimana sih cara ‘mengganggu’
pembaca dengan kejutan-kejutan. Saya sendiri, pertama kali menulis
sebuah artikel di sebuah media massa dengan metode ini. Waktu itu
temanya sudah diatur oleh media yang bersangkutan yaitu tentang konsep
ideal tentang gerakan mahasiswa. Saya menemukan sebuah artikel bagus
dan langsung saya modifikasi. Judul artikel itu saya ubah, kemudian
paragrafnya saya ubah dengan bahasa saya sendiri dengan tema yang masih
seperti aslinya dan, artikel itu dimuat oleh media massa setelah
menyisihkan banyak saingan mahasiswa. Waktu itu saya memang tidak tahu
bahwa metode seperti ini tidak bagus untuk praktek langsung untuk di
media. Tetapi sebenarnya cara ini boleh saja asalkan hasil
‘modifikasinya’ tidak mirip-mirip banget.
Oleh : Liga Alam M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar